Notification

×

Kode Iklan Disini

Kode Iklan Disini

Upaya Pemberantasan Korupsi tidak cukup membuat peraturan perundang-undangan, yang lebih penting membangun mental memberantas korupsi itu sendiri.

Minggu, 19 Mei 2024 | Mei 19, 2024 WIB Last Updated 2024-05-19T08:36:47Z




Upaya Pemberantasan Korupsi tidak cukup membuat peraturan perundang-undangan, yang lebih penting membangun mental memberantas korupsi itu sendiri. Foto Penulis: Pimpinan redaksi media laporkanupdate24 




Upaya Pemberantasan Korupsi tidak cukup membuat peraturan perundang-undangan, yang lebih penting membangun mental memberantas korupsi itu sendiri.



Penulis : Erwin Anju Maha




Istilah pungli sangatlah familiar di telinga masyarakat Indonesia. Pungli juga dapat terjadi di mana saja, baik itu di jalanan, hingga di dalam perusahaan atau di sebuah instansi dan birokrat pemerintah. Tindakan ini juga merupakan tindakan yang tidak baik.


Lalu apa yang dimaksud pungli dan aturan hukum apa yang berkaitan tentang pungli? 



Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas.


Faktor Penyebab Pungutan Liar

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan pungutan liar diantaranya adalah:


Penyalahgunaan Wewenang Jabatan serta kewenangan seseorang bisa menyebabkan seseorang untuk melakukan pelanggaran disiplin oleh oknumnya pungutan liar.


Faktor Mental.


Karakter ataupun kelakuan dari seseorang dalam bertindak serta mengontrol dirinya sendiri, sehingga pungli dilakukan.


Faktor Ekonomi.


Penghasilan yang dapat dikatakan tak mencukupi kebutuhan hidup dan tidak sebanding dengan tugas atau jabatan yang diemban dengan membuat seseorang terdorong untuk kemudian melakukan pungli.


Faktor kultural dan Budaya Organisasi.


Budaya yang terbentuk di suatu lembaga juga yang berjalan terus menerus terhadap pungutan liar serta penyuapan yang dapat menyebabkan pungutan liar sebagai hal biasa.



SDM yang Terbatas.


Terbatasnya berbagai sumber daya manusia (SDM) dapat menjadi faktor penyebab pungli.


Sistem Pengawasan yang Lemah.


Lemahnya sistem kontrol serta pengawasan oleh atasan dapat meningkatkan perilaku pungli.



Tindak Pidana Pungutan Liar dalam Aturan Hukum KUHP.


Dalam kasus tindak pidana pungutan liar juga tidak terdapat secara pasti dalam KUHP, tetapi meski demikian pungutan liar juga dapat disamakan dengan perbuatan pidana penipuan, pemerasan serta korupsi yang diatur dalam KUHP, berikut penjelasannya.



Pasal 368 KUHP


Pasal ini berisi mengenai “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain secara melawan hukum, yaitu memaksa orang lain dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya maupun sebagian milik orang lain atau untuk memberikan hutang serta menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara yang paling lama yaitu sembilan tahun.”



Pasal 415 KUHP


Pasal ini berisi mengenai “Pegawai negeri atau orang lain, yang diwajibkan untuk seterusnya atau untuk sementara waktu menjalankan sesuatu pekerjaan umum, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat yang berharga, yang disimpannnya karena jabatannya, atau dengan sengaja membiarkan uang atau surat yang berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain atau menolong orang yang lain itu sebagai orang yang membantu dalam hal itu dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.”



Pasal 418 KUHP.


Pasal ini berisi mengenai “Pegawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau patut dapat menyangka, bahwa apa yang dihadiahkan atau dijanjikan itu berhubungan dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang menghadiahkan atau berjanji itu ada berhubungan dengan jabatan itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.”



Pasal 423 KUHP.


Pasal ini sendiri berisi mengenai pegawai negeri yang dengan maksud tertentu menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki untuk memaksa orang lain menyerahkan sesuatu melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan pada suatu pembayaran ataupun melakukan suatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, juga dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun.



Kejahatan Tindak Pidana yang Dapat Dipidana


Dengan berdasarkan ketentuan pidana yang ada di aturan hukum KUHP, maka kejahatan pungutan liar yang dapat dijerat dengan tindak pidana di bawah ini:



Tindak Pidana Penipuan.


Penipuan serta pungutan liar adalah tindak pidana yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan barang ataupun sesuatu kepadanya.


Tindak Pidana Pemerasan


Tindak pidana pemerasan adalah pemerasan, penipuan dan pungutan liar juga termasuk tindak pidana yang mana terdapat unsur-unsur yang sama serta saling berhubungan antara lain untuk menguntungkan diri sendiri maupun orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan serta berbagai ancaman agar orang lain untuk menyerahkan barang ataupun sesuatu kepadanya.



Tindak Pidana Korupsi


Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kejahatan para pejabat atau orang yang memiliki jabatan ini, karena rumusan pasal 415 pasal dimana penggelapan dalam KUHP yang diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No. 20 tahun 2001 yang dimuat dalam pasal 8.



Ilustrasi pungli 




Contoh Pungli



Pungli Dalam Pelayanan Publik


Dalam suatu pelayanan publik, pungutan liar (Pungli) juga dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Pelaksana Pelayanan Publik) dengan cara meminta pembayaran uang yang tidak sesuai atau tidak ada aturan atas layanan yang diberikan kepada pengguna layanan. Pungli juga merupakan salah satu bentuk contoh maladministrasi yang cukup sering terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.


Terdapat beberapa faktor yang kemudian menyebabkan pelaksana layanan publik melakukan tindakan pungli, antara lain:


Disebabkan akan ketidakjelasan prosedur layanan.

Adanya penyalahgunaan dalam hal wewenang.

Keterbatasan mengenai informasi layanan yang diberikan, sehingga tidak dapat diakses oleh para pengguna layanan.

Kurangnya dalam hal integritas pelaksana layanan.

Kurangnya dalam hal pengawasan dari atasan serta berbagai pengawas internal.

Terdapatnya kebiasaan dari pelaksana serta pengguna layanan.


Berbicara mengenai pungli dalam pelayanan publik, idealnya juga dapat dicegah dengan melakukan pengawasan maksimal serta pemenuhan setiap standar layanan. Namun, ada banyak hal yang menjadikan hal ini sulit dilakukan. 


Mulai dari kurangnya komitmen dari atasan pelaksana pelayanan publik, kurangnya integritas serta profesionalitas pelaksana pelayanan publik adanya perilaku korup yang dimiliki oleh pelaksana pelayanan publik tersebut, dan masih banyak lagi.



Pungli Dalam Pandangan Masyarakat.


Kata pungli telah dipahami serta cukup luas diketahui masyarakat sebagai suatu bentuk pelanggaran, tetapi masih terdapat masyarakat yang abai karena membiarkan perbuatan pungli ini. Erat kaitannya dengan tipikal masyarakat setempat, pungli juga cenderung tumbuh serta berkembang disaat tak adanya kepedulian ataupun keberanian masyarakat untuk melaporkan pungli kepada pihak yang berwajib.


Dalam kehidupan sosial masyarakat; misalnya, masyarakat cenderung abai dan bahkan seringkali memaklumi perbuatan pungli ini dengan berbagai macam alasan serta pertimbangan.


Seringkali didapati bahwa masyarakat memaklumi pungli dengan alasan “kasihan” dan “tidak mau ribet“. Bahkan yang lebih parah lagi adalah pada masyarakat yang dengan sadar memberikan uang sebagai bentuk imbalan pada pelaksana layanan agar pelayanannya ini dipercepat serta dipermudah.


Tentunya, hal ini tak dapat dibenarkan dengan alasan tertentu. Kebiasaan masyarakat yang “baik” serta “pemaaf” inilah yang menjadikan pungli tumbuh subur dalam pelayanan publik. Kebiasaan masyarakat ini sendiri tak jarang dimanfaatkan oleh oknum nakal, sehingga praktik pungli dianggap wajar oleh masyarakat dalam pelayanan publik.


Terdapat beberapa faktor-faktor yang menjadikan masyarakat terbiasa memaklumi pungli, antara lain:


Kurangnya pemahaman masyarakat bahwa pungli adalah maladministrasi.

Adanya budaya masyarakat yang lebih mudah memaafkan serta mengikhlaskan yang cukup besar.

Tidak adanya keberanian dalam diri masyarakat dalam melaporkan perbuatan pungli.


Masih terdapat masyarakat yang membutuhkan pungli. Dalam artian cukup dengan membayar pungli, masyarakat ini akan mendapatkan kemudahan dalam layanan. 


Melihat kecenderungan perilaku masyarakat yang memaklumi pungli tersebut, menjadikan pemberantasan pungli menjadi tidak efektif. Disatu sisi pemerintah dengan instrumen Satgas Saber Pungli giat sekali melakukan upaya-upaya pemberantasan pungli, disisi lain, justru masyarakat sendirilah yang menjadi penyebab mengakarnya perilaku pungli dalam pelayanan publik.



Hal ini tentunya juga menjadi sangat kontradiktif. Perilaku ini akan memaklumi pungli ini sudah saatnya dihilangkan agar pungli dapat diberantas sampai ke akar-akarnya.




Pemberantasan Pungli, berikut caranya.


Mencegah pungutan liar dalam hal birokrasi sebenarnya tidaklah sulit, asalkan aparat memiliki keinginan untuk mengubah serta melayani kepentingan warga negara. Kita dapat melakukan dengan membuat sistem zona integritas di setiap unit pelayanan dengan melakukan berbagai hal berikut:


Penandatanganan dokumen, Pakta Integritas dengan semua pejabat dan karyawan.

Kewajiban setiap karyawan untuk mematuhi laporan resmi dan aktivitas negara serta laporan aktivitas sipil negara.

Kewajiban dalam hal mematuhi laporan keuangan, penerapan disiplin PNS serta kode etik bagi oknum para penjahat.

Dalam hal penerapan pedoman serta sistem pelaporan untuk berbagai layanan sipil.

Dalam hal pendidikan mengenai korupsi serta kontrol orientasi dan kepuasan di semua unit layanan. 


Jika semua ini dilakukan, masyarakat tidak akan lagi bingung dengan kenaikan atau dengan maraknya pungutan liar di semua bidang pelayanan publik serta masyarakat.


Langkah memberantas pungli sendiri diantaranya, yaitu:


Meningkatkan pelayanan publik berupa memangkas waktu pelayanan, serta memangkas jalur birokrasi, juga memberlakukan sistem antri (queueing system), juga memasang tarif yang berlaku terkait dengan pembayaran pelayanan secara jujur dan transparan.


Dengan mengedukasi masyarakat dalam bentuk kampanye publik untuk tidak memberi tips kepada petugas pelayanan.

Mengantri dengan tertib untuk mendapatkan pelayanan.

Kontrol dari atasan langsung yang lebih sering.

Terdapatnya inspeksi atau sidak secara berkala dari pihak atasan.

Pemberantasan pungli sendiri tidak dapat dilakukan sepihak saja, perlu adanya integrasi antara masyarakat serta pemerintah untuk mencapai hasil yang optimal. Pencegahan pungli juga dapat dimulai dengan kesadaran diri sendiri untuk tidak memberikan atau dengan meminta pungutan yang tidak resmi serta tidak mempunyai landasan hukum.


Kesimpulan dari Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja, namum juga yang lebih penting adalah membangun mental orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri. Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas, mustahil pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal.


Pungli (pemerasan) adalah tindakan yang dilakukan oleh oknum pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri


Tindak pidana ini harus diwaspadai oleh aparatur sipil negara, karena ancaman hukumannya cukup berat. Tidak sedikit, pejabat atau pegawai pemerintahan yang belum memahami dengan baik definisi pungli di lapangan. Seharusnya pegawai pemerintahan mengurangi aktivitas pertemuan dalam pelayanan publik, yang dinilai dapat menjadi cara meminimalkan terjadinya gratifikasi.


Oleh karena itu di era digitalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah mendesak untuk diterapkan, segala macam transaksi pembayaran bisa dilakukan secara online, Hal inilah yang dapat meminimalisir interaksi antara petugas pelayanan dengan masyarakat yang dilayani sehingga terjaga proses dan prosedur pelayanan yang baik dan benar.


Pasalnya, pungli berpotensi terjadi pada kegiatan yang melibatkan oknum pegawai pemerintahan dalam proses pelayanan. Pemahaman yang memadai mengenai pemberian tidak resmi tersebut, dinilai dapat mengantisipasi kebiasaan menerima yang biasa terjadi antara pelayan publik dan masyarakat.


Berdasarkan Paraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menimbang bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan pungutan liar perlu dibentuk unit sapu bersih pungutan liar.


Dengan dibentuknya satgas saber pungli maka diharapkan :


a. Pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efesien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana, yang berada di lingkungan pemerintah daerah.


b. Terbangunnya perubahan mindset aparatur negara dalam pelayanan dengan prinsip zero pungli namun tetap mengutamakan pelayanan prima.


Terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran mayarakat menolak segala bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku.

 

Secara garis besar, setiap Stakeholder elemen masyarakat sangat diharapkan dapat memahami peran Tugas dan tugas dari Tim SABER PUNGLI itu sendiri. Sebagaimana penjelasan diatas.


Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.


Dalam melaksanakan tugas tersebut, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan fungsi:


Intelijen;

Pencegahan;

Penindakan; dan

Yustisi.

 

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Satgas Saber Pungli berwenang:


Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar;


Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain terkait dengan menggunakan teknologi informasi;

Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar;

Melakukan operasi tangkap tangan;

Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli ssuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah;


Dan melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar.

Selain itu merumuskan rencana aksi dalam mencegah (preventif), melakukan penindakan dan meningkatkan pemahaman aparatur sehingga tercipta budaya anti pungutan liar di instansi pemerintahan dan pelayanan publik.


Sosialisasi perlu dilaksanakan tidak hanya kepada aparatur, tetapi juga kepada masyarakat, sehingga aparatur dan masyarakat betul-betul mengerti dan memahami aturan dengan jelas, serta harus ada penanaman kejujuran dan integritas yang tinggi sebagai salah satu komitmen aparatur atau pegawai pemerintahan.


Sesuai peraturan aparatur dalam proses pelayanan publik tidak meminta atau  menerima pemberian dalam bentuk apapun, jangan sampai aparatur membiarkan budaya memberi dan menerima disalahartikan, sehingga berpotensi menjadi tindakan menyimpang.




Salam Redaksi 



Pimpinan Redaksi Media laporkanupdate24




****Red 

×
               
         
close